Memilih Pemimpin yang Amanah dalam Kelola Sumber Daya Alam di Pemilu 2024

Islam mengajarkan kita untuk bertanggungjawab secara individu dalam mengelola sumber daya alam, termasuk memilih pemimpin yang akan memimpin negara dalam mengelolanya. GreenFaith Indonesia kembali mengadakan diskusi GreenFaith Talk yang memasuki episode kelima dengan tema “Tahun Pemilu dan Masa Depan Ekonomi dan Lingkungan Indonesia,” Kamis, 11 Januari 2024.  Dalam pembukaan diskusi, Koordinator GreenFaith Indonesia, Hening Parlan mengatakan “meski laporan dari lapangan menunjukkan besarnya kerusakan alam yang terjadi tapi kita juga harus menaruh harapan pada pemimpin di semua lini.  Tapi GreenFaith juga mengajak umat bersikap kritis pada calon pemimpin yang akan dipilih, harus memiliki pertimbangan keadilan ekonomi dan lingkungan agar mampu mewujudkan keadilan dan kesejahteraan dari sumber daya yang ada.”

Fachruddin Mangunjaya, tokoh agama Islam yang juga ahli lingkungan dari Universitas Nasional, mengatakan, dalam ikhtiar memilih pemimpin, kita harus menjaga prinsip-prinsip kepemimpinan itu sendiri. “Prinsip-prinsip itu adalah kejujuran, ketulisan, dan kesucian jiwa dalam memegang amanah. Tentunya prinsip kenegaraan yaitu Pancasila yang harus dipegang dalam bernegara termasuk saat mengelola sumber daya alam yang harus dikelola dengan amanah.”

Tetapi menurut Fachrudin, tata kelola negara selalu berubah-ubah dalam mengeksploitasi alam demi pertumbuhan ekonomi. “Dulu tahun 80an (fokus) kayu, ada program transmigrasi, kemudian setelah kayu habis, mereka menggali tambang-tambang batu bara. Kita tetap bangga dengan eksploitasi yang sifatnya ekstraktif,” kata Facruddin. “Padahal dalam Al Qur’an sudah diajarkan bahwa semesta ini, bumi, langit, gunung, batu-batuan, mineral, dan sebagainya, diperuntukkan bagi kesejahteraan manusia saja tapi seluruh alam.”

Pernyataan Fachruddin selaras dengan Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudistira, bahwa Indonesia tidak dapat meneruskan praktik-praktik eksploitasi ekstraktif yang terbukti merusak alam dan saat ini kondisi perekonomian Indonesia sedang menurun. “Kondisi ekonomi saat ini tidak baik-baik saja. Pertumbuhan ekonomi menurun, Cadangan devisa kita adalah hasil utang luar negeri biaya pangan beras dan cabai meningkat. Kondisi rakyat saat ini adalah “makan tabungan,” kata Bhima dan menurutnya kondisi ekonomi yang menurun ini akan berlangsung hingga tiga tahun ke depan.

Hingga hari ini, calon pemimpin Indonesia dalam pemilu 2024 ini menurut Bhima hanya memberikan “angin surga” bahwa pertumbuhan ekonomi akan membaik dengan sejumlah rencana yang tidak pasti darimana sumber dananya, seperti 40 kota seperti Jakarta, pemberian susu gratis dan gaji aparatur negara sipil naik.   “Dengan uang yang terbatas, proyek-proyek infrastruktur belum tentu bisa diselesaikan pada Oktober 2024 nanti,”ujar Bhima.

Sebelumnya pada Desember 2023, CELIOS dan Greenpeace Indonesia merilis hasil temuan tentang transisi ke ekonomi hijau diperkirakan dapat memberikan dampak hingga 4.376 trilyun rupiah pada output ekonomi nasional. Jika transisi ekonomi hijau ini dilakukan secepatnya, maka diprediksi mampu memberikan tambahan produk domestik bruto (PDB) sebesar 2.943 trilliun rupiah dalam 10 tahun ke depan, atau setara 14.3% PDB Indonesia pada 2024. Ekonomi hijau juga akan mampu membuka hingga 19,4 juta lapangan kerja baru yang muncul dari berbagai sektor berkaitan dengan salah satunya adalah pengembangan energi terbarukan.

Bhima menambahkan tren teknologi energi terbarukan terus berkembang di seluruh dunia, dan tidak lagi mengandalkan nikel yang sementara ini digadang-gadang sebagai kontributor besar bagi ekonomi Indonesia. “Jika tidak segera beralih, kita akan over supply nikel dan ujungnya hanya akan berguna untuk dibuat sendok dan garpu atau mentok tumbler deh,”tutup Bhima.

 

Siaran Pers: Umat Beragama Menagih Keadilan Iklim
Siaran Pers: Umat Beragama Menagih Keadilan Iklim

Jakarta, 25 Januari 2024. Bekerjasama dengan Sekolah tinggi Filsafat dan Teologi Jakarta, GreenFaith Indonesia membahas keadilan iklim dengan kelompok mahasiswa dan komunitas berbasis agama Kristen dan Katolik, 25 Januari 2026. Kegiatan dibuka oleh Rektor STFT...

read more